Halaman

Selasa, 11 Juni 2013

Dapur Hortikultura Indonesia (Versi Suara Pembaruan 09 Maret 2013)


Sumber Berita :
http://www.suarapembaruan.com/pages/e-paper/2013/03/09/files/assets/basic-html/page15.html
 
Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang terdiri dari 15 kabupaten dan kota merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi kekayaan alam sangat besar. Di antara 15 Kabupaten/kota tersebut, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), salah satu yang memiliki potensi besar di sektor pertambangan, perikanan, pertanian maupun perkebunan.

Sektor-sektor ini juga memiliki keunggulan-keunggulan komparatif, yang kalau dikelola
secara maksimal akan sangat menjanjikan kesejahteraan masyarakat setempat. Salah satu dari potensi kekayaan alam yang tengah dikembangkan yakni sector pertanian khususnya di bidang tanaman hortikultura.

Ada sekitar 19 jenis tanaman hortikultura yang menjadi andalan Pemkab Minsel, antara lain kentang, kacang merah, kacang panjang, cabe merah, kubis, wortel, sawi, tomat, buncis, ketimun, labu silam, kangkung, bayam, labu kuning dan semangka.

Tanaman hortikultura yang sangat strategis di pasaran itu, saat ini sedang dikembangkan hingga puluhan ribu hektare di 10 desa di Kecamatan Modoinding, Minsel. Ke-10 desa yakni Desa Mokobang, Wulurmaatus, Palelon, Makaaroyen, Pinasungkulan Utara, Pinasungkulan, Linelean, Kakenturan, Kakenturan Barat, dan Sinisir.

Wilayah Modoinding sendiri, dikenal sebagai daerah berhawa dingin di ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut. Daerahnya yang dingin dan subur, membuat tanaman hortikultura sangat cocok di daerah ini.

Bupati Minsel Christiany Euginia Paruntu mengatakan, wilayah Modoinding yang subur, telah menjadi andalan pertanian Sulut, khususnya di bidang tanaman hortikultura. “Modoinding berperan besar dalam menggerakkan ekonomi rakyat Sulut khususnya di Min-
sel,” katanya didampingi Camat Modoinding Hansje Monintja kepada SP di Modoinding, belum lama ini.

Disebutkan, produksi hortikultura dari Minsel, selama ini tak hanya dikonsumsi masyarakat Sulut, tapi juga dikirim ke berbagai daerah di Indonesia, bahkan di ekspor ke luar negeri.
Di antaranya kentang produksinya sekitar 70.000 ton setiap kali panen, sebagian besar dijual keluar daerah. Begitu juga bawang daun mencapai 49.500 ton, wortel 7.000 ton , tomat
11.000 ton, yang dipanen minimal tiga bulan sekali. Produksi hortikultura tersebut, antara lain dikirim ke Papua, Kalimantan Timur (Kaltim), Gorontalo, Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Maluku. Sedangkan untuk ekspor antara lain ke Philipina Sela-
tan, Australia, dan Malaysia.

“Nilai transaksi dari penjualan hortikultura tersebut cukup besar bisa mencapai Rp 355 miliar setiap kali panen. Hal ini sangat menguntungkan para petani hortikultura di daerah ini,” kata Paruntu. Menurut Paruntu, dengan produksi hortikultura yang cukup besar itu, dapat dikatakan wilayah Modoinding sebagai salah satu daerah terkaya di Sulut. Bahkan Kecamatan Modoinding sering juga dijuluki sebagai “Dapur Hortikultura” di Indonesia Bagian Timur.

Manfaat lain dari tanaman hortikultura ini, daerah tersebut dikembangkan menjadi kawasan objek wisata hortikultura. Tanaman hortikultura yang menarik, memberikan pemandangan alam tersendiri bagi masyarakat. Tak jarang wisatawan mancanegara berkunjung ke Modoinding, hanya untuk menghabiskan waktunya menyaksikan keanekaragaman hortilkutura tersebut di Modoinding.

Tidak Miskin

Camat Modoinding Hansje Monintja mengatakan, penduduk Modoinding saat ini sekitar 12.449 jiwa, sekitar 90 persen petani hortikultura. “Dengan menjual menanam hortikultura, maka tidak ada rakyat kami yang miskin. Tapi, kalau ada yang miskin, hal itu karena mere-
ka malas bekerja,” katanya. Keberhasilan di sektor pertanian tersebut, membuat masyarakat Modoinding bisa menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke perguruan tinggi.

Secara terpisah, Sekretaris Desa Linelean, Johanes Lomboan mengatakan, kebutuhan utama para petani hortikultura di desanya saat ini yakni bagaimana agar suplai pupuk tetap stabil
serta ketersediaan sarana irigasi yang memadai.
“Saat ini, ada beberapa saluran irigasi yang kurang baik, dan kami berharap pemerintah bisa membantu memperbaikinya,” katanya. Menurut Johanes, dengan penghasilan rata-rata Rp 20 juta/bulan, kata Johanes, kehidupan penduduk di desanya yang mencapai sekitar 1.751 jiwa, cukup kaya dari hasil pertanian hortikultura.

Feiby Tumbelaka (51), warga Desa Sinisir, yang memiliki lahan hortikultura sekitar 5 ha mengatakan, ia bersama suaminya, mampu menyekolahkan anak dengan penghasilan hortikultura. Feiby mengatakan, bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 5 juta setiap panen kentang dan sayuran lainnya. Begitu juga Ferry Manimpurung (42), warga Desa Pinasungkulan, yang menjadi pedagang perantara/pembeli hasil pertanian sekaligus menjadi petani hortikultura.

Ferry hanya berharap agar pemerintah dapat membantu membuka pasar yang lebih luas terhadap produksi hortikultura dari Minsel. Sebab, jika produksi melimpah, katanya, maka banyak hortikultura yang tak bisa terjual karena terbatasnya pasar. “Kami berharap pemerintah mencarikan potensi pasar ekspor, sehingga jika musim panen raya tiba, semua hasil produksi bisa terjual dengan baik,” ujarnya.

Namun, yang pasti rakyat Minsel tetap bertekad menjadi “dapur hortikultura” terbesar tak hanya di Indonesia tapi juga di dunia.
[Suara Pembaruan / Fany Waworundeng]

Minsel “Dapur Hortikultura”

Menjadi petani bagi sebagian orang saat ini, mungkin dianggap sebagai profesi rendah dan
hina. Namun, tak demikian dengan warga Kecamatan Modoinding, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), Sulawesi Utara (Sulut). Justru masyarakat di wilayah itu, merasa sangat terhormat hidupnya lebih memilih menjadi petani, karena dengan profesi itu, kehidupan mereka bisa jaya seperti sekarang.

Seperti diungkapkan Ferry Manimpurung (42), warga Desa Pinasungkulan, Modoinding, mengatakan dengan menjadi petani, dirinya bisa sukses dan mampu membuka lapangan kerja
serta memiliki keuntungan ratusan juta setiap tahun.  “Karena menjadi petani, justru saya mereka hidup ini sangat terhormat dan mandiri, saya juga bisa membantu orang lain yang hidupnya berkekurangan,” kata Ferry kepada SP, yang menemuinya di Desa Pinasungkulan, belum lama ini.

Dia menceritakan, awalnya dirinya hanya mengikuti orang tuanya mengembangkan tanaman hortikultura, dan keluarganya memiliki keuntungan besar dari hasil tanaman itu. Melihat
kedua orang tuanya sukses menjadi petani hortikultura, maka Ferry pun bertekad mengikuti jejak orang tua. Ia tak merasa malu mencangkul tanah dan menanam jenis-jenis hortikultura
yang memiliki daya saing tinggi di pasaran. Dari keuletannya itu, Ferry pun menjadi salah satu petani Modoinding yang berhasil sampai sekarang.

Awalnya Ferry, menanam tanaman kentang, wortel, bawang daun, dan beberapa jenis tanaman hortikultura lainnya, yang harganya baik di pasaran. Ferry membuka lahan puluhan hektare di desanya, dan usaha pertaniannya terus berhasil dengan penghasilan ratusan juta setiap tahun. Tak puas hanya sebagai petani, Ferry mengembangkan usahanya sebagai pedagang pengumpul. Semua hasil produksi hortikultura dibelinya dari para petani di
beberapa desa di Modoinding. “Hortikultura itu, saya jual keluar daerah bahkan saya mencari mitra usaha untuk bisa memasarkan (mengekspor) produksi hortikultura Modoinding ke luar negeri,” katanya.

Keuletan Ferry tersebut, membuahkan hasil yang tak sedikit. Dari usahanya itu, ia mampu menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi. Ferry pun memiliki 15 tenaga kerja yang bekerja dalam usaha mereka. Karena kesuksesan Ferry tersebut, ia bersama keluarganya menjadi panutan warga Pinasungkulan. Istrinya Ferry, juga akhirnya diangkat menjadi kepala desa di Pinasungkulan.

Ganti Profesi

Kisah sukses lainnya, juga dialami Johanes Lomboan (53). Petani asal Desa Linelean ini, menanam kentang, bawang daun, wortel serta beberapa jenis sayuran di atas lahan empat
hektare. Dengan usaha itu, Johanes mengaku memperoleh penghasilan sekitar Rp 20 juta/bulan. Lomboan, yang kemudian juga lolos menjadi pegawai negeri sipil (PNS), di-
angkat menjadi Sekretaris Desa Linelean.

“Gaji sebagai PNS tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Karena itu, saya merangkap menjadi petani,” katanya.

Saat ini, perputaran uang di Modoinding diperkirakan mencapai Rp 355 miliar setiap tahun. Menurut Camat Modoinding Hansje Monintja, warganya termasuk yang berpenghasilan tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Sulut. “Dengan perputaran uang tersebut, maka tidak ada warga kami yang dikategorikan miskin. Kami semua bekerja keras untuk hidup lebih baik,” katanya.

(Suara Pembaruan / Fanny Waworundeng)

1 komentar:

  1. Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
    진주 출장마사지 harrahs-cherokee-casino-and-h › harrahs-cherokee-casino-and-h Harrah's Cherokee 출장샵 Casino & Hotel 김포 출장안마 - Find and Save 부산광역 출장마사지 on 김포 출장안마 Your Next Stay!

    BalasHapus

Mohon maaf bila tidak bermanfaat..
Tapi bila bermanfaat, silahkan di share ke teman-teman yang lain...

Daftar Blog 'Orang Kampoeng'