Sumber Berita :
http://www.suarapembaruan.com/pages/e-paper/2013/03/09/files/assets/basic-html/page15.html
Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang
terdiri dari 15 kabupaten dan kota merupakan salah satu daerah di Indonesia yang
memiliki potensi kekayaan alam sangat besar. Di antara 15 Kabupaten/kota
tersebut, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), salah satu yang memiliki potensi
besar di sektor pertambangan, perikanan, pertanian maupun perkebunan.
Sektor-sektor ini juga memiliki keunggulan-keunggulan
komparatif, yang kalau dikelola
secara maksimal akan sangat menjanjikan
kesejahteraan masyarakat setempat. Salah satu dari potensi kekayaan alam yang
tengah dikembangkan yakni sector pertanian khususnya di bidang tanaman
hortikultura.
Ada sekitar 19 jenis tanaman hortikultura
yang menjadi andalan Pemkab Minsel, antara lain kentang, kacang merah, kacang
panjang, cabe merah, kubis, wortel, sawi, tomat, buncis, ketimun, labu silam,
kangkung, bayam, labu kuning dan semangka.
Tanaman hortikultura yang sangat
strategis di pasaran itu, saat ini sedang dikembangkan hingga puluhan ribu hektare
di 10 desa di Kecamatan Modoinding, Minsel. Ke-10 desa yakni Desa Mokobang,
Wulurmaatus, Palelon, Makaaroyen, Pinasungkulan Utara, Pinasungkulan, Linelean,
Kakenturan, Kakenturan Barat, dan Sinisir.
Wilayah Modoinding sendiri, dikenal
sebagai daerah berhawa dingin di ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut.
Daerahnya yang dingin dan subur, membuat tanaman hortikultura sangat cocok di
daerah ini.
Bupati Minsel Christiany Euginia
Paruntu mengatakan, wilayah Modoinding yang subur, telah menjadi andalan
pertanian Sulut, khususnya di bidang tanaman hortikultura. “Modoinding berperan
besar dalam menggerakkan ekonomi rakyat Sulut khususnya di Min-
sel,” katanya didampingi Camat
Modoinding Hansje Monintja kepada SP di Modoinding, belum lama ini.
Disebutkan, produksi hortikultura
dari Minsel, selama ini tak hanya dikonsumsi masyarakat Sulut, tapi juga
dikirim ke berbagai daerah di Indonesia, bahkan di ekspor ke luar negeri.
Di antaranya kentang produksinya
sekitar 70.000 ton setiap kali panen, sebagian besar dijual keluar daerah.
Begitu juga bawang daun mencapai 49.500 ton, wortel 7.000 ton , tomat
11.000 ton, yang dipanen minimal
tiga bulan sekali. Produksi hortikultura tersebut, antara lain dikirim ke Papua,
Kalimantan Timur (Kaltim), Gorontalo, Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi
Selatan (Sulsel), dan Maluku. Sedangkan untuk ekspor antara lain ke Philipina
Sela-
tan, Australia, dan Malaysia.
“Nilai transaksi dari penjualan
hortikultura tersebut cukup besar bisa mencapai Rp 355 miliar setiap kali
panen. Hal ini sangat menguntungkan para petani hortikultura di daerah ini,”
kata Paruntu. Menurut Paruntu, dengan produksi hortikultura yang cukup besar
itu, dapat dikatakan wilayah Modoinding sebagai salah satu daerah terkaya di
Sulut. Bahkan Kecamatan Modoinding sering juga dijuluki sebagai “Dapur Hortikultura”
di Indonesia Bagian Timur.
Manfaat lain dari tanaman
hortikultura ini, daerah tersebut dikembangkan menjadi kawasan objek wisata
hortikultura. Tanaman hortikultura yang menarik, memberikan pemandangan alam
tersendiri bagi masyarakat. Tak jarang wisatawan mancanegara berkunjung ke Modoinding,
hanya untuk menghabiskan waktunya menyaksikan keanekaragaman hortilkutura tersebut
di Modoinding.
Tidak Miskin
Camat Modoinding Hansje Monintja
mengatakan, penduduk Modoinding saat ini sekitar 12.449 jiwa, sekitar 90 persen
petani hortikultura. “Dengan menjual menanam hortikultura, maka tidak ada
rakyat kami yang miskin. Tapi, kalau ada yang miskin, hal itu karena mere-
ka malas bekerja,” katanya. Keberhasilan
di sektor pertanian tersebut, membuat masyarakat Modoinding bisa menyekolahkan
anak-anak mereka sampai ke perguruan tinggi.
Secara terpisah, Sekretaris Desa
Linelean, Johanes Lomboan mengatakan, kebutuhan utama para petani hortikultura
di desanya saat ini yakni bagaimana agar suplai pupuk tetap stabil
serta ketersediaan sarana irigasi
yang memadai.
“Saat ini, ada beberapa saluran
irigasi yang kurang baik, dan kami berharap pemerintah bisa membantu memperbaikinya,”
katanya. Menurut Johanes, dengan penghasilan rata-rata Rp 20 juta/bulan, kata
Johanes, kehidupan penduduk di desanya yang mencapai sekitar 1.751 jiwa, cukup
kaya dari hasil pertanian hortikultura.
Feiby Tumbelaka (51), warga Desa
Sinisir, yang memiliki lahan hortikultura sekitar 5 ha mengatakan, ia bersama
suaminya, mampu menyekolahkan anak dengan penghasilan hortikultura. Feiby
mengatakan, bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 5 juta setiap panen kentang
dan sayuran lainnya. Begitu juga Ferry Manimpurung (42), warga Desa Pinasungkulan,
yang menjadi pedagang perantara/pembeli hasil pertanian sekaligus menjadi
petani hortikultura.
Ferry hanya berharap agar pemerintah
dapat membantu membuka pasar yang lebih luas terhadap produksi hortikultura
dari Minsel. Sebab, jika produksi melimpah, katanya, maka banyak hortikultura yang
tak bisa terjual karena terbatasnya pasar. “Kami berharap pemerintah mencarikan
potensi pasar ekspor, sehingga jika musim panen raya tiba, semua hasil produksi
bisa terjual dengan baik,” ujarnya.
Namun, yang pasti rakyat Minsel
tetap bertekad menjadi “dapur hortikultura” terbesar tak hanya di Indonesia
tapi juga di dunia.
[Suara
Pembaruan / Fany Waworundeng]
Minsel
“Dapur Hortikultura”
Menjadi petani bagi sebagian orang
saat ini, mungkin dianggap sebagai profesi rendah dan
hina. Namun, tak demikian dengan
warga Kecamatan Modoinding, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), Sulawesi Utara
(Sulut). Justru masyarakat di wilayah itu, merasa sangat terhormat hidupnya
lebih memilih menjadi petani, karena dengan profesi itu, kehidupan mereka bisa
jaya seperti sekarang.
Seperti diungkapkan Ferry
Manimpurung (42), warga Desa Pinasungkulan, Modoinding, mengatakan dengan
menjadi petani, dirinya bisa sukses dan mampu membuka lapangan kerja
serta memiliki keuntungan ratusan
juta setiap tahun. “Karena menjadi
petani, justru saya mereka hidup ini sangat terhormat dan mandiri, saya juga
bisa membantu orang lain yang hidupnya berkekurangan,” kata Ferry kepada SP,
yang menemuinya di Desa Pinasungkulan, belum lama ini.
Dia menceritakan, awalnya dirinya
hanya mengikuti orang tuanya mengembangkan tanaman hortikultura, dan
keluarganya memiliki keuntungan besar dari hasil tanaman itu. Melihat
kedua orang tuanya sukses menjadi
petani hortikultura, maka Ferry pun bertekad mengikuti jejak orang tua. Ia tak
merasa malu mencangkul tanah dan menanam jenis-jenis hortikultura
yang memiliki daya saing tinggi di
pasaran. Dari keuletannya itu, Ferry pun menjadi salah satu petani Modoinding
yang berhasil sampai sekarang.
Awalnya Ferry, menanam tanaman
kentang, wortel, bawang daun, dan beberapa jenis tanaman hortikultura lainnya,
yang harganya baik di pasaran. Ferry membuka lahan puluhan hektare di desanya,
dan usaha pertaniannya terus berhasil dengan penghasilan ratusan juta setiap
tahun. Tak puas hanya sebagai petani, Ferry mengembangkan usahanya sebagai pedagang
pengumpul. Semua hasil produksi hortikultura dibelinya dari para petani di
beberapa desa di Modoinding.
“Hortikultura itu, saya jual keluar daerah bahkan saya mencari mitra usaha
untuk bisa memasarkan (mengekspor) produksi hortikultura Modoinding ke luar
negeri,” katanya.
Keuletan Ferry tersebut, membuahkan
hasil yang tak sedikit. Dari usahanya itu, ia mampu menyekolahkan anaknya
hingga ke perguruan tinggi. Ferry pun memiliki 15 tenaga kerja yang bekerja
dalam usaha mereka. Karena kesuksesan Ferry tersebut, ia bersama keluarganya
menjadi panutan warga Pinasungkulan. Istrinya Ferry, juga akhirnya diangkat menjadi
kepala desa di Pinasungkulan.
Ganti Profesi
Kisah sukses lainnya, juga dialami
Johanes Lomboan (53). Petani asal Desa Linelean ini, menanam kentang, bawang
daun, wortel serta beberapa jenis sayuran di atas lahan empat
hektare. Dengan usaha itu, Johanes
mengaku memperoleh penghasilan sekitar Rp 20 juta/bulan. Lomboan, yang kemudian
juga lolos menjadi pegawai negeri sipil (PNS), di-
angkat menjadi Sekretaris Desa
Linelean.
“Gaji sebagai PNS tidak cukup memenuhi
kebutuhan hidup keluarga. Karena itu, saya merangkap menjadi petani,” katanya.
Saat ini, perputaran uang di
Modoinding diperkirakan mencapai Rp 355 miliar setiap tahun. Menurut Camat
Modoinding Hansje Monintja, warganya termasuk yang berpenghasilan tinggi
dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Sulut. “Dengan perputaran uang
tersebut, maka tidak ada warga kami yang dikategorikan miskin. Kami semua
bekerja keras untuk hidup lebih baik,” katanya.
(Suara
Pembaruan / Fanny Waworundeng)
Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
BalasHapus› 진주 출장마사지 harrahs-cherokee-casino-and-h › harrahs-cherokee-casino-and-h Harrah's Cherokee 출장샵 Casino & Hotel 김포 출장안마 - Find and Save 부산광역 출장마사지 on 김포 출장안마 Your Next Stay!