Halaman

Jumat, 21 Juni 2013

Petani Modoinding Tak Takut Importir dan Spekulan


Dalam banyak berita belakangan ini, kita sering mendapati kabar yang sangat miris tentang nasib banyak petani di Indonesia.

Hasil pertanian yang diolah dengan kucuran keringat, dinanti dan dirawat dengan sepenuh jiwa, setelah panen harganya jatuh, terjun bebas karena ditendang dan diinjak oleh hasil bumi yang diimport dari luar negeri. Salah satu contoh terjadi pada petani-petani bawang putih, bawang merah, jeruk dan apel, kelapa dan cengkih, dan beberapa komoditi lainnya. 

Di saat memasuki musim panen, para spekulan dan importir membanjiri pasar dengan bahan-bahan import yang didapatkan dengan harga lebih murah dari luar negeri, seperti dari China. Akibatnya, harga pasaran menjadi jatuh sampai di titik terendah, petani harus merugi, mengikuti harga jual pasar yang (sebenarnya) di atur para spekulan dan importir yang memiliki kantong dalam dan modal yang super besar.

Dengan kondisi seperti itu, otomatis para petani harus melepas juga hasil panen mereka dengan harga yang sangat murah. Spekulan dan Importir mendapat kesempatan, mereka memborong semua hasil panen dari para petani tersebut (karena harga sudah dibuat jatuh) sehingga mayoritas stock berada di tangan mereka. Pada posisi itu, mereka bisa dengan bebas menentukan kembali harga jual, karena secara teori stock barang hanya ada pada pihak mereka. Yah, merekalah akhirnya jadi pemain tunggal, yang semau-maunya menentukan keuntungan yang ingin mereka dapatkan.

Bagaimana dengan petani Modoinding?
Tulisan ini saya beri judul ‘Petani Modoinding Tak Takut Importir’ alasannya adalah :
Petani Modoinding menghasilkan produksi Hortikultura yang ‘tidak tahan simpan’ jadi, siapa yang berani memborong stok dan menahannya dengan waktu yang lama?

Daun Bawang, Tomat, Kol, Petsai, Seledri dan beberapa jenis sayuran harus ‘fresh from the oven’ sampai ke tangan pemakai akhir. Tidak boleh disimpan terlalu lama. Sementara di lain pihak, hasil-hasil panen dari Modoinding adalah kebutuhan yang selalu dicari setiap hari oleh hampir semua orang, jadi semua hasil panen rata-rata terserap oleh pasar lokal. Kalaupun lebih, petani Modoinding masih bisa berbagi dengan permintaan daerah-daerah lain, bahkan bisa ekspor ke manca Negara.

Spekulan dan Importir bisa saja monopoli pasar karena modalnya besar, dan bahan yang di ‘main’kannya adalah bahan2 yang boleh disimpan/ditimbun untuk waktu yang cukup lama. Seperti kopra, cengkih, bawang putih, bawang merah, jeruk dan apel. Kalau harga lagi tinggi mereka lepas, kalau harga rendah mereka tahan, sambil menunggu saat yang tepat untuk mengambil keuntungan.

Tidak ada spekulan yang berani monopoli hasil panen petani Modoinding, menyimpannya dan memainkan spekulasi harga, dengan maksud mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, dan petani Modoinding dibuat jatuh miskin.

Kesimpulannya, petani Modoinding adalah petani yang merdeka, yang senantiasa merasakan bagaimana manisnya hasil panen pada saat harga pasar sedang tinggi. Petani Modoinding adalah petani hebat dan merdeka. Budaya dan tradisi tanam turun temurun yang diwariskan oleh orang-orang tua sudah merupakan produk tanam yang paling baik dan paling independen.

Yah, petani Modoinding tidak seperti banyak petani di beberapa daerah yang lain, yang hanya senantiasa bergantung pada belas kasih kebijakan pemerintah untuk minta dilindungi dari jerat spekulan dan importir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf bila tidak bermanfaat..
Tapi bila bermanfaat, silahkan di share ke teman-teman yang lain...

Daftar Blog 'Orang Kampoeng'